Jumat, 13 Maret 2009

HUKUM BURUH

BAB. 2

PARA PIHAK
DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN



2.1 BURUH / PEKERJA

Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan / ketenagakerjaan, selain istilah ini sudah dipergunakan sejak lama bahkan mulai dari penjajahan Belanda, juga karena peraturan perundang-undangan yang lama (sebelum UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan) menggunakan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda yang dimaksudkan dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar, orang-orang ini disebutnya sebagai “Bule Collar”. Sedangkan yang melakukan pekerjaan di kantor pemerintah maupun swasta disebut sebagai pegawai / karyawan atau “White Collar”. Pembedaan yang membawa konsekwensi pada perbedaan perlakuan dan hak-hak tersebut oleh pemerintah Belanda tidak terlepas dari memecah belah orang-orang pribumi.

Dalam perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana diusulkan oleh pemerintah (Departemen Tenaga Kerja) pada saat Konggres Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) II Tahun 1985. Alasan pemerintah karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung kepada golongan yang selalu ditekan dan berada dibawah pihak lain, yakni majikan.

Namun karena pada masa Orde Baru istilah pekerja, khususnya Serikat Pekerja yang banyak diintervensi oleh kepentingan pemerintah, maka kalangan buruh trauma dengan penggunaan istilah pekerja, sehingga untuk mengakomodir kepentingan buruh dan pemerintah, istilah tersebut disandingkan.

Dalam RUU Ketenagakerjaan sebelumnya hanya menggunakan istilah pekerja saja, namun agar selaras dengan Undang-Undang yang lahir sebelumnya, yakni UU Nomor 21/2000 yang menggunakan istilah Serikat Buruh/Pekerja.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 4 memberikan pengertian pekerja / buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

Pengertian diatas bersifat umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja, baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Penegasan imbalan dalam bentuk apapun ini perlu karena upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal adapula buruh/pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang.


2.2 PENGUSAHA

Sebagaimana halnya dengan istilah buruh, istilah majikan ini juga sangat populer karena peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan menggunakan istilah majikan. Menurut Undang-Undang yang disebut terakhir, majikan adalah orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh. Sama halnya dengan istilah buruh, istilah majikan juga kurang sesuai dengan konsep Hubungan Industrial Pancasila karena istilah majikan berkonotasi dengan pihak yang selalu berada diatas sebagai lawan atau kelompok penekan dari buruh. Padahal secara yuridis antara buruh dan majikan merupakan mitra kerja yang mempunyai kedudukan yang sama. Karena itu lebih tepat jika disebut dengan istilah Pengusaha.

Dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 13/2003 menguraikan pengertian pengusaha adalah sebagai berikut :

1. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

2. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

3. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.

Selain pengertian pengusaha UU Nomor 13/2003 juga memberikan pengertian pemberi kerja sebagai mana diatur dalam Pasal 1 angka 4, yakni orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan-dadan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian istilah pemberi kerja ini muncul untuk menghindari kemungkinan adanya orang yang bekerja pada pihak lain yang tidak dapat dikategorikan sebagai pengusaha, khususnya pekerja pada sektor informal.


Sedangkan pengertian perusahaan dalam UU Nomor 13/2003 (Pasal 1 angka 6) adalah :

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja denga tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan buruh/pekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk apa pun ;


b. Usaha - usaha sosial dan usaha - usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.


2.3 ORGANISASI PEKERJA / BURUH


Kehadiran organisasi pekerja / buruh dimaksudkan untuk memperjuangkan hak dan kepentingan pekerja, sehingga tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha. Keberhasilan maksud ini sangat tergantung dari kesadaran para pekerja untuk mengorganisasikan dirinya; semakin baik organisasi itu, maka akan semakin kuat; sebaliknya semakin lemah, maka semakin tidak berdaya dalam melakukan tugasnya. Karena itulah kaum pekerja di Indonesia harus menghimpun dirinya dalam suatu wadah atau organisasi.

Organisasi pekerja / buruh di Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang sejak lahirnya tanggal 19 September 1945. Dalam rentang waktu tersebut organisasi pekerja / buruh telah menunjukkan diri dan eksistensinya dalam membangun sistem perburuhan nasional yang hingga saat ini masih tetap berjuang untuk menjadikan buruh/pekerja Indonesia menjadi lebih sejahtera.

Sejalan dengan bergulirnya reformasi diesegala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah melalui Keppres Nomor 83 Tahun 1998 telah mengesahkan Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi ( Convention Concerning Freedom of Association and Protection of the Right to Organise ). Disahkannya Konvensi ini tidak lepas dari perjuangan panjang dan melelahkan dari organisasi buruh / pekerja Indonesia bersama-sama dengan segenap komponen bangsa lainnya.

Konfensi ILO tersebut diatas pada hakekatnya memberikan jaminan yang seluas-luasnya kepada organisasi pekerja/buruh untuk mengorganisasikan dirinya dan untuk bergabung dengan federasi-federasi, konfederasi dan organisasi apapun dan hukum negara tidak boleh menghalangi jaminan berserikat bagi buruh.

Dalam rentang waktu yang cukup lama tersebut diatas, akhirnya pemerintah berhasil menetapkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Pekerja. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa Serikat Buruh/Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk buruh/pekerja baik di perusahaan maupun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan buruh/pekerja serta meningkatkan kesejahteraan buruh/pekerja dan keluarganya.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh memuat beberapa prinsip dasar sebagai berikut :

1. Jaminan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh;

2. Serikat buruh / pekerja dibentuk atas kehendak bebas buruh/pekerja tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah dan pihak manapun;

3. Serikat buruh / pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh;

4. Basis utama serikat pekerja/buruh ada di tingkat perusahaan, serikat buruh yang ada dapat menggabungkan diri dalam Federasi Serikat Buruh/Pekerja. Demikian halnya dengan Federasi Serikat Buruh/Pekerja dapat menggabungkan diri dalam Konfederasi Serikat Buruh/Pekerja;

5. Serikat buruh / pekerja, Federasi dan Konfederasi serikat pekerja/buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat, untuk dicatat;

6. Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja / buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat buruh/pekerja.
Seiring dengan kebebasan buruh / pekerja untuk meng-organisasikan dirinya, maka tugas yang diemban oleh serikat buruh/pekerja semakin berat, yakni tidak hanya memperjuangkan hak-hak normatif buruh/pekerja tetapi juga memberikan perlindungan, pembelaan dan mengupayakan peningkatan kesejahteraannya.


2.4 ORGANISASI PENGUSAHA

2.4.1 KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI (KADIN)

Sejak zaman Hindia Belanda dunia usaha sudah berperan di Indonesia dengan wadah yang disebut Kamers van Kophandel en Nijverhaid in Nederlandsc Indie berdasarkan besluit Gubernur tanggal 12 Oktober 1863. Setelah kemerdekaan, kebutuhan adanya dunia usaha dirasakan pentingnya oleh pemerintah, sehingga dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 1956 tentang Dewan dan Majelis Perniagaan dan Perusahaan yang dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1956 Nomor 17. Dalam perkembangan berikutnya Dewan ini dipandang sudah tidak sesuai lagi sehingga dibentuklah Badan Musyawarah Pengusaha Nasional Swasta (BAMUNAS) melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1964. BAMUNAS tidak lama berjalan karena dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1968 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Penetapan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia, termasuk Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tersebut.

Selanjutnya untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam kegiatan pembangunan, maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1973 membentuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN). KADIN adalah wadah bagi pengusaha Indonesia yang bergerak dalam bidang perekonomian dengan tujuan sebagai berikut :

1. Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha Indonesia di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelaku –pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasarkan Pasal 33 UUD 1945;

2. Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam pembangunan nasional.


2.4.2 ASOSIASI PENGUSAHA INDONESIA (APINDO)

Organisasi pengusaha yang khusus mengurus masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). APINDO lahir didasari atas peran dan tanggung jawabnya dalam pembangunan nasional guna turut serta mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Pengusaha Indonesia harus ikut serta secara aktif mengembangkan peranannya sebagai kekuatan sosial dan ekonomi, maka dengan Akta Notaris Soedjono tanggal 7 Juli 1970 dibentuklah Permusyawaratan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh Indonesia. Pada Musyawarah Nasional I di Yogyakarta tanggal 15 – 16 Januari 1982 diganti dengan nama Perhimpunan Sosial Ekonomi Pengusaha Seluruh Indonesia (PUSPI). Saat Musyawarah Nasional II di Surabaya tanggal 29-31 Januari 1985 nama PUSPI diganti dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

APINDO adalah suatu wadah kesatuan para pengusaha yang ikut serta untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dalam dunia usaha melalui kerjasama yang terpadu dan serasi antara pemerintah, pengusaha dan pekerja.

Menurut Pasal 7 Anggaran Dasar tujuan APINDO adalah :

1. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan layanan kepentingannya dalam bidang sosial ekonomi;

2. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan dan kegairahan kerja dalam lapangan hubungan industrial dan kerja ketenagakerjaan;

3. Mengusahakan peningkatan produktifitas kerja sebagai program peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan nasional menuju kesejahteraan sosial, spiritual dan materiil;

4. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan kebijaksanaan/ketenagakerjaan dari para pengusaha yang disesuaikan dengan kebijaksanaan pemerintah.

Mengkaji tujuan didirikannya organisasi pengusaha seperti tersebut diatas, jelas bahwa eksistensi organisasi pengusaha lebih ditekankan sebagai wadah untuk mempersatukan para pengusaha Indonesia dalam upaya turut serta memelihara ketenangan kerja dan berusaha, atau lebih pada hal-hal yang teknis menyangkut pekerjaan / kepentingannya.

Tujuan diatas juga dijelaskan oleh Imam Soepomo (1983 : 37) bahwa dasar dan tujuan organisasi pengusaha adalah kerjasama antara anggota-anggotanya dalam soal-soal teknis dan ekonomis belaka tidak juga semata-mata merupakan badan yang mengurus soal-soal perburuhan, baik atas dasar inisiatif sendiri maupun atas desakan dari buruh atau organisasi buruh.

Meskipun demikian organisasi pengusaha tetap memberikan peranan penting dalam hubungan ketenagakerjaan yakni sebagai anggota tripartit yang berperan sama dengan serikat pekerja dalam menangani setiap permasalahan yang terjadi. Karena itu seyogyanya perhatian organisasi pengusaha tidak hanya memperjuangkan kepentingannya tetapi juga kepentingan pekerja sebagai salah satu komponen produksi yang perlu mendapat perlindungan hukum. Kondisi yang ada sekarang belum seperti yang diharapkan, dimana organisasi pengusaha belum segera memberikan hak-hak pekerja/buruh sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.


2.5 PEMERINTAH (PENGUASA)

Campur tangan pemerintah (penguasa) dalam hukum perburuhan / ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptannya hubungan industrial yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan industrial dimaksud akan sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak.

Adapun bentuk-bentuk campur tangan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan antara lain pemerintah menyediakan Balai Latihan Kerja (BLK), Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia dan lain-lain.















4 komentar:

  1. Assalamualaikum wrb salam persaudaraan,perkenalkan saya Sri Wulandari asal jambi,maaf sebelumnya saya hanya mau berbagi pengalaman kepada saudara(i) yang sedang dalam masalah apapun,sebelumnya saya mau bercerita sedikit tentang masalah saya,dulu saya hanya penjual campuran yang bermodalkan hutang di Bank BRI,saya seorang janda dua anak penghasilan hanya bisa dipakai untuk makan anak saya putus sekolah dikarenakan tidk ada biaya,saya sempat stres dan putus asa menjalani hidup tapi tiap kali saya lihat anak saya,saya selalu semangat.saya tidak lupa berdoa dan minta petunjuk kepada yang maha kuasa,tampa sengaja saya buka internet dan tidak sengaja saya mendapat nomor tlpon Aki Sulaiman,awalnya saya Cuma iseng2 menghubungi Aki saya dikasi solusi tapi awalnya saya sangat ragu tapi saya coba jalani apa yang beliau katakan dengan bermodalkan bismillah saya ikut saran Aki Sulaiman saya di ritualkan dana gaib selama 3 malam ritual,setelah rituialnya selesai,subahanallah dana sebesar 2M ada di dalam rekening saya.alhamdulillah sekarang saya bersyukur hutang di Bank lunas dan saya punya toko elektronik yang bisa dibilang besar dan anak saya juga lanjut sekolah,sumpah demi Allah ini nyata tampa karangan apapun,bagi teman2 yang mau berhubungan dengan Aki Sulaiman silahkan hub 085216479327 insya Allah beliau akan berikan solusi apapun masalah anda mudah2han pengalaman saya bisa menginspirasi kalian semua,Assalamualaikum wrb.JIKA BERMINAT SILAHKAN HUB AKI SULAIMAN 085-216-479-327,TAMPA TUMBAL,TIDAK ADA RESIKO APAPUN(AMAN) .

    BalasHapus
  2. aksi buruh dikota batam dalam hal kenaikan upah kerja pada saat ini sangat marak sekali, bagaimana menurut saudara apakah tujuan hukum ketenagakerjaan antara buruh dengan pengusaha belum tercapai sesuai dengan UU no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan?

    BalasHapus
  3. bantu jawab untuk kasus tersebut dong...

    BalasHapus